Pengertian Bank
Syariah
Disusun oleh: Arsyad
Menurut
Muhammad, Perbankan syariah didirikan atas dasar filosofis dan juga praktek. secara
folosofis bank syariah adalah bank yang aktifitasnya meninggalkan masalah riba.
Dan secara Praktik perbankan berbasis bunga mengandung kelemahan. Pertama; transaksi berbasis bunga melanggar
keadilan atau kewajaran bisnis, kedua;
tidak fleksibelnya transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan, ketiga; system transaksi berbasis bunga menghalagi
munculnya inovasi oleh usaha kecil, keempat;
komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan serta membuat bank juga cemas
untuk mengembalikan pokok dan bunganya (Muhammad, 2011, 7 dan 8).
Menurut Karnaen
Perwataatmadja dan M. Syafe’I Antonio dari Muhammad, beliau membedakan
pengertian bank syariah menjadi dua jenis pengertian, yaitu bank Islam dan bank
yang beroperasi dengan prinsip syariat Islam (Muhammad, 2011, 7).
Menurut
Undang-undang No. 10 tahun 1998 dari Mia Lasmi Wardiah, bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarkat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak (Lasmi Wardiah, 2013, 15). Menurut
Muhammad, bank adalah sebuah lembaga perantara antara
pihak surplus dana kepada pihak
minus dana, dengan tujuan
untuk membangkitkan produktivitas
pengusaha-pengusaha yang potensial (Muhammad, 2011, 109). Dan juga Shalah
as-Shawi dan Abdullah al-Mushlih yang diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir, bank
adalah sebuah badan usaha yang menspesialisasikan usahanya dalam bidang jasa keuangan
(financing services) (Shalah ash-Shahwi
dan Abdullah al-Mushlih, 403).
Bank syariah
dalam konsep agama Islam adalah badang usaha yang selalu mengedepankan prinsip
syariat Islam. Menurut dalam buku dengan judul “Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah” yang ditulis oleh Direktur
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah bersama tim-Nya, seperti H. Rohadi
Abdul Fatah, H. Muhyiddin, H. Mat Achwani, H. Nur Khazin, H. Ahmad Rifa’I, dan
Ali Fausan. Mereka memberikan definisi bank syariah bahwa bank yang dalam
aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah (Tim Penyusun
dari Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2010, 51).
Adapun misi dan
prinsip operasional bank syariah, menurut Nurul Huda dan Muhamad Heykal. Bank
syariah adalah lembaga keuangan yang menjembatani antara orang yang kelebihan
dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Fungsi bank syariah adalah mengarahkan
agar umat Islam dalam melaksanakan kegiatan muamalahnya secara Islami, dan
terhindar dari praktik riba serta praktik lain yang mengandung unsur ghoror. Selain itu fungsi kedua adalah
meningkatkan kualitas hidup umat manusia dengan jalan membuka peluang usaha
yang lebih besar, terutama kepada kelompok miskin serta mengarahkan mereka
untuk menjalankan kegiatan usaha yang produktif.
Prinsip
operasional perbankan syariah berdasarkan pendapat Karim dari Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, pada umumnya kegiatan operasional perbankan syariah dibagi
menjadi tiga bagian besar. Tiga bagian itu berkaitan dengan produk yang ada
dalam dunia perbankan Islam, seperti penghimpunan dana, penyaluran dana, dan
Jasa-jasa perbankan. Produk penghimpunan dana dapat berupa Wadiah dan
Mudhorobah, produk penyaluran dana dapat berupa piutang, investasi, dan sewa.
Produk jasa-jasa perbankan dapat berupa Rahn,
Wakalah, Kafalah, Hawalah, dan Sharf (Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2015,
39 dan 40).
Kembali pada
kata riba pada paragraph pertama, Riba menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,
istilah riba disebut dalam Al-Qur’an. Dan secara literal istilah riba berasal
dari bahasa Arab yang merujuk kepada kelebihan, tambahan, dan surplus. selain
itu dari kata kerja riba berarti,
“meningkatkan, melipatgandakan, melebihkan, mengambil lebih dari yang
seharusnya, atau melakukan praktik peminjaman uang dengan bunga yang tinggi”. Kemudian
Menurut Lane dari Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, riba memiliki makna “meningkatkan, memperbesar, menambah,
tambahan “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman
dengan dengan bunga atau yang sejenis, kelebihan atau tambahan diatas jumlah
pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan” (Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,
2008, 70 dan 71).
Setelah
mengetahui definisi, fungsi dan prinsip bank syariah secara umum, maka Lasmi
Wardiah, memberikan pendapat bahwa bank syariah merupakan salah satu bentuk
perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat Islam. Bank
syariah dikembangkan sebagai lembaga bisnis keuangan yang melaksanakan kegiatan
usahanya sejalan dengan prinsip dasar ekonomi Islam (Lasmi Wardiah, 2013, 76
dan 77).
Bank syariah
sebagai lembaga penghimpun dana, maka sumber sumber dana bank syariah harus ada
sebelum disalurkan kembali kemasyarkat. Menurut Amir Machmud dan Rukmana, Dalam
bank syariah sumber dananya beasal dari modal inti (core capital), dan dana pihak ketiga, yang terdiri dari dana
titipan (wadi’ah) dan Kuasi ekuitas (mudhorobah account). Modal inti adalah
modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor
oleh para pemegang saham, cadangan, dan laba ditahan. Wadi’ah adalah dana yang dikelola oleh bank, dan mudhorobah adalah dana masyarakat yang
diinvestasikan (Amir Machmud dan Rukmana, 2010, 26).
Bank syariah
dalam menjalankan operasionalnya tidak lepas dari landasan hukum Al-Qur’an,
Al-Hadits, dan juga Fatwa-fatwa MUI. Landasan hukum yang dimaksud adalah
a) Dalam
Al-Qur’an
1. Surah
Al-Luqman ayat 20 dengan bunyi:
Artinya: “
2. Surah
Al-Hadiid ayat 7 dengan bunyi:
اَأْمِنُوْا
بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَاَنْفِقُوْا
مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِ ۗ فَالَّذِيْنَ اَأْمَنُوْا مِنْكُمْ
وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ ۚ (۷)
Artinya: “Berimanlah
kamu kepada Alloh dan Rasulnya dan infakkanlah (dijalan Allah) sebagian dari
harta yang dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah). Maka orang-orang
yang beriman diantara kamu dan menginfakkan (hartanya dijalan Alloh) memperoleh
pahala yang besar.” (Q.S. Al-Hadiid:7).
3. Surah
Al-Baqoroh ayat 275 dan 283 dengan bunyi:
Artinya: “
4. Surah
Al-Rum ayat 39 dengan bunyi
b) Dalam
Al-Hadits
1. Hadits
Riwayat Thabrani
Dalam hadits ini Abdul Fatah
mengutif dari Hadits Riwayat Thabrani, rasulullah saw. Bersabda:
Artinya: “seseorang pada nanti pasti akan ditanya
tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa
digunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta
ilmunya untuk apa dia pergunakan.”
2. Hadits
Riwayat Muslim
Dalam Hadits ini Abdul Fatah
mengutif dari hadits riwayat Muslim, rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Allah melaknat pemakan Riba, Pemberinya,
penulisnya dan kedua saksinya….”
3. Fatwa
MUI